
Gambar lantai 1 sekolah sekarang, sepi karena foto ini diambil ketika temen-temen udah pada pulang.
Akhir-akhir ini saya tertarik membaca, mendengar, dan menonton kisah orang-orang generasi milenial (lahir tahun 1980–1995) dan Generasi Z awal, tentang kehidupan mereka ketika SMP, SMA. Saat itu Corona belum menjajah dunia.
Mereka sering bercerita tentang indahnya masa itu, mulai dari kocaknya kelakuan teman-teman, sifat-sifat guru, terlambat ke sekolah, lomba 17 Agustus sekolah, tidur di kelas, seramnya dipanggil guru BK, deg-degan menanti hasil UN, ulang tahun di kelas, dan lainnya.
Banyak yang bilang masa paling indah di SMP ketika kelas 8. Salah satu alasannya karena kalau kelas 7 masih malu-malu karena baru kenal, kelas 9 sibuk-sibuknya belajar buat ujian dan daftar SMA.
“Hah, kelas 8? Di mana indahnya?!”
Begitulah yang ada di benak saya. Bosan, banyak kendala. Pelajaran full online 1 tahun lamanya, tidak ada interaksi langsung sama teman, melulu ikut meeting via Google Meet/Zoom harus buka kamera. Internet lemot pas meeting? Selamat menikmati seni suara patah-patah~
Sebenarnya masih banyak lagi kendala sekolah online yang sudah saya ceritakan di post sebelumnya.
Untungnya 13 September lalu, sekolah berani melakukan pelajaran tatap muka (setelah dapat izin dari pemerintah tentunya). Bisa dibilang telat, karena saya sudah kelas 9, belum sempat merasakan nikmatnya kelas 8 tatap muka. Hehe. Tapi gak apa-apa.
Kasus Corona sudah turun drastis, banyak teman dan guru sudah vaksin. Apa berati semua boleh masuk?
Eits….. tidak segampang itu kawan.
Meskipun boleh, tetap ada aturannya. Corona masih ada, meski kasus turun bisa naik lagi kalau lengah.
Belajar tatap muka hanya boleh dilaksanakan 3x dalam seminggu (hari Senin, Selasa, Rabu atau Kamis, Jumat). Jam masuk siswa dibagi menjadi 2 shift bedasarkan no. absen, ganjil dan genap untuk menghindari kerumunan. Saat siswa ganjil masuk, siswa genap ikut pelajaran online, begitupun sebaliknya. Saya sendiri absen 4, jadi masuk pada jam genap.
Peraturan lengkapnya ada di sini :
Karena waktu jeda pulang-berangkat antara shift 1 (09:30) dan shift 2 (10:00) yang terlalu singkat hanya 30 menit, minggu berikutnya sudah direvisi oleh sekolah jadi 1 jam. Pelajaran dimulai pada shift 2 menjadi jam 10:30. Siswa jadi tidak perlu terburu-buru pulang dan mandi untuk lanjut pelajaran online di rumah, terutama yang rumahnya jauh.
Saat berangkat sekolah pada shift 1 (07.00–09:30) persiapan yang saya lakukan tak jauh beda seperti sekolah biasa. Bangun jam 05:30, mandi, sarapan, sikat gigi, berangkat. Pulang jam 09:30 langsung mandi, ngemil snack kalau laper, terus lanjut pelajaran jam 10:30 secara online di rumah. Memang yang terbiasa bangun siang harus bisa menyesuaikan diri lagi.
Kalau berangkat pada shift 2 (10:30–12:30) persiapannya sama, tapi ikut pelajaran online dulu paginya sebelum berangkat jam 10:00. Enaknya bisa bangun lebih siang semisal jam 06:00/06:30.
Ketika masuk sekolah ada pengecekan suhu tubuh. Yang menarik dari alat pengecekan suhu tubuh ini, selain bisa mendeteksi suhu, juga bisa berbunyi “Suhu anda normal.” jika suhu tubuh kita berada di bawah 38°C. Sejauh ini belum pernah kejadian siswa yang suhu tubuhnya 38°C atau lebih, entah apa jadinya kalau dideteksi alat pengecekan suhu. Apakah nanti menjadi “Suhu anda tidak normal.”?
Salaman juga tidak boleh, sebagai gantinya cukup dengan melipat kedua tangan atau menundukkan kepala.
Sekarang, di depan setiap kelas ada tempat cuci tangan. Dulu sebelum pandemi, hanya ada 2 tempat cuci tangan di setiap lantai sekolah, kalau kelasnya ditengah harus pergi ke pojok kiri/kanan sekolah untuk cuci tangan.
Gambar tempat cuci tangan sekarang, jadi gak perlu ribet lagi pergi ke pojok :
Semua siswa dan guru wajib pakai masker, selain membantu mencegah virus, jadi kelebihan tersendiri bagi yang merasa mukanya gak good looking karena ketutup masker.
Di dalam kelas, terdapat hand sanitizer dan buku saku panduan pembelajaran tatap muka di setiap meja siswa. Ruang kelas juga terlihat sangat bersih. Semua fasilitas kelas yang rusak sudah diperbaiki.
Ketika mengajar para guru harus multitasking, mengajar di sekolah sambil mengajar yang di rumah melalui Google Meet. Teman-teman di sekolah bisa melihat siapa saja teman di rumah yang ikut pelajaran melalui proyektor. Biasanya guru menjelaskan materi via PowerPoint yang ditampilkan di proyektor. Guru juga bisa menjelaskan di papan tulis, agar yang di rumah bisa ikut melihat, guru menggunakan kamera lalu diarahkan ke papan tulis seperti ini :
Saya senang selama Pelajaran Tatap Muka, ada banyak hal positif yang muncul. Pembelajaran sekolah terlihat semakin baik, bisa ketemu teman-teman lagi, guru dan siswa mampu terus beradaptasi, dan tidak ada kasus Corona baru di sekolah selama PTM.
Semoga tahun depan Corona bisa menghilang sepenuhnya dan bisa belajar bareng teman-teman tanpa adanya pembatasan. Memunculkan kembali makna sekolah yang sebenarnya.