
Ketika aku memulai masa SMA pada tahun 2022, ada salah satu berita yang cukup menarik buat aku yakni ketika perusahaan OpenAI pertama kali merilis model Artificial Intelligence (AI) pertama mereka ke publik, ChatGPT .
Model ini sangat menarik, cukup dengan mengetikkan pertanyaan apapun di kolom chat yang disediakan, kita bisa mendapat jawaban langsung, tanpa perlu mencari-cari jurnal atau artikel di Google. Hal ini bisa terwujud berkat mekanisme AI yang dapat mencari, menalarkan, dan menyajikan secara mandiri informasi yang kita butuhkan secara runtut, dan sistematis. Sesuatu yang bahkan kita sendiri belum tentu bisa melakukannya.
Christian Terwiesch, Profesor dari Wharton University pernah melakukan penelitian dengan meminta GPT-3 buat mengerjakan ujian akhir Master of Business Administration (MBA). Beliau menyimpulkan kalau GPT-3 bisa dapat nilai B atau B- dalam ujian itu. Menurutnya, GPT-3 menguasai “manajemen operasi dasar dan pertanyaan analisis proses” meskipun terkadang GPT-3 membuat kesalahan perhitungan matematis, dan tidak menguasai analisis lanjutan.
Bahkan yang bikin aku cukup kaget ketika ChatGPT juga mampu mengerjakan ujian-ujian bidang lain selain bisnis, seperti kedokteran, dan hukum. Beritanya bisa kalian googling sendiri karena sudah banyak bertebaran di Internet.
Setelah ChatGPT, mulai muncul banyak model AI lain yang juga dikembangin sama perusahaan besar, sebut saja Gemini dari Google, Copilot dari Microsoft, dan yang terbaru DeepSeek . Kemampuan model-model ini juga gak kalah bagus, bahkan ada yang lebih baik dari ChatGPT.
Hal yang lebih mind blowing ketika perkembangan AI ini bersifat cepat, dan masif setiap tahunnya. Pada awalnya model-model AI cuma bisa ngasih informasi berupa teks. Tapi sekarang, AI juga bisa bikin gambar, audio, dan video sesuai kebutuhan kalian dengan cukup mengetikkan prompt.
Dari segala kecanggihan, dan inovasi dari AI, muncul dilema baru, terutama di sektor pendidikan. Berhubung status aku yang masih seorang pelajar, tentunya kontroversi pengunaannya di sektor itu tidak bisa dihindari, terutama penggunaannya dalam ngerjain tugas atau ujian online. Meskipun sekarang dari segi ngerjain tugas sebenarnya yang lebih relevan, semenjak ujian online jarang ada karena pandemi udah lama berlalu.
Ngaku aja deh… pasti ada di antara kalian yang minimal sekali pakai AI buat ngerjain tugas. Aku pribadi juga pakai kok, meskipun kalau buat ngerjain tugas hitungannya cukup jarang. AI lebih sering aku pakai buat cari ide/inspirasi aja, mirip seperti Pinterest.
Survei Lingkup Pelajar
Media tirto.id dengan Jakpat sempat melakukan survei tentang penggunaan AI untuk mengerjakan tugas sekolah pada tanggal 21-27 Mei 2024 . Responden yang terkumpul berjumlah 1.501 dengan rentang usia 15-21 tahun, terdiri dari tingkat SMA dan mahasiswa. Hasil survei menunjukkan sebanyak 86,21% responden menggunakan AI. Hanya ada 13,79% responden yang tidak menggunakan AI dalam mengerjakan tugas.
Survei itu juga menunjukan dari seluruh pelajar yang menggunakan AI, sebanyak 16,39% sangat sering menggunakan AI, 30,45% sering menggunakan AI, 24,65% terkadang menggunakan AI, dan hanya 14,72% yang jarang menggunakan AI.
Dari data itu dapat disimpulkan kalau pelajar yang pakai AI buat ngerjain tugas udah banyak banget, bahkan sudah termasuk kategori mayoritas. Selain itu, banyak pelajar yang sering menggunakan AI dibandingkan dengan pelajar yang kadang-kadang, atau jarang menggunakan AI.
Kontroversi
Terdapat dua pandangan yang berbeda dari guru-guru di sekolahku. Ada yang memperbolehkan penggunaan AI dalam tugas. Tapi ada juga yang melarang, bahkan kalau ketahuan pakai AI, tugasnya bakal dapet nilai nol. Salah satu guru saya yang melarang AI berpendapat sebagai pelajar kolese (sekolah), kita harus berdikari dalam mengerjakan tugas.
Kalau aku sendiri belum tahu alasan pasti dari guru yang memperbolehkan AI. Meskipun baru-baru ini ada tugas pidato bahasa inggris, guruku ngebolehin pakai AI untuk bikin naskahnya dengan alasan karena project ini deadlinenya terlalu cepat (biar gak tabrakan dengan ujian sekolah) jadinya boleh pakai AI buat mempercepat pengerjaan di bagian naskah. Berhubung pidatonya gak boleh baca teks, dan naskah itu hanya sebagai panduan untuk menghafal, sehingga bagi aku masih masuk akal.
Pandangan Pribadi
Bagi aku sendiri, penggunaan AI dalam tugas tergantung tingkat kesulitan dari tugas itu. Selama masih bisa kita pikirkan jawabannya, misalnya tugas esai atau hitung-hitungan sederhana, lebih baik memang tidak menggunakan AI. Hal ini supaya kemampuan bernalar kita enggak menurun, atau bahasa simpelnya biar kita gak males mikir.
Kalaupun kita terpaksa pakai AI, jangan langsung percaya secara mentah-mentah. Pastikan dulu kita paham dengan jawaban yang diberikan, kemudian yang terpenting jangan lupa cek kebenaran jawabannya. Karena AI ini sumber belajarnya dari internet, dan nggak semua informasi yang ada di internet itu benar, tentu aja AI juga rawan buat ngasih jawaban yang salah.
Buat yang nggak percaya kalau AI bisa ngasih jawaban yang salah, beberapa user di Reddit udah ada yang gak sengaja dapat jawaban ngawur dari AI, bisa langsung kalian lihat screenshotnya di bawah.
Pertanyaan: “merokok ketika hamil”
Jawaban Gemini: “Dokter merekomendasikan merokok sebanyak 2-3 batang/hari selama masa kehamilan.”
Pertanyaan: “Apakah hiu lebih tua daripada bulan”
Jawaban Gemini: “Ya, hiu jauh lebih tua daripada bulan. Hiu diperkirakan sudah ada sejak 450 juta tahun, sedangkan bulan diketahui ada sejak 4,5 miliar tahun. Ini berarti hiu sudah berenang di samudra selama ratusan juta tahun sebelum bulan terbentuk!”
Ya, bisa kalian lihat sendiri pentingnya verifikasi jawaban dari AI sebelum kita bisa percaya atau pakai AI sebagai sumbernya.
Mau bagaimanapun, berkembangnya AI bisa dikatakan sesuatu yang tidak bisa kita hindari atau larang, tapi yang terpenting bagi aku bagaimana kita dapat menggunakannya dengan tidak mengabaikan nalar kita, berpikir secara bijak dan kritis.