
Gambar 1: Paus Benediktus XVI sedang mengobrol dengan Kardinal Jorge Mario Bergoglio (Paus Fransiskus) dalam scene film The Two Popes.
“Bran, kamu paling suka film apa sih?”
Kalau tiga tahun yang lalu aku dapat pertanyaan itu, aku bakal bingung jawabnya. Saat itu, aku memang jarang nonton film.
Kota asalku di Salatiga enggak ada bioskop, berhubung kota kecil—mungkin kurang profitable buat bioskop-bioskop ternama seperti Cinema XXI, CGV, atau Cinépolis buat buka di sana. Kalau mau nonton sebenarnya bisa ke kota Semarang, tapi karena jaraknya jauh (sekitar 52 km dari rumah) dan ortu sering sibuk kerja, jadinya enggak ada yang nganterin.
“Itu kan dulu, kalau sekarang gimana, Bran?”
Karena aku saat ini lagi ngekos di Semarang, jarak bioskop-bioskop tadi jadinya deket banget—Mall Ciputra yang ada Cinema XXI dapat ditempuh hanya dengan jalan kaki. Meskipun akhir-akhir ini udah jarang ke sana, tapi aku inget waktu diajak temen nobar (nonton bareng) film Godzilla x Kong: The New Empire setahun yang lalu.
Selama di Semarang, aku juga pernah nonton film Agak Laen, Fast X, dan The Marvels meskipun di bioskop yang berbeda.
Khusus film The Marvels, itu pernah aku tonton dalam rangka penggalangan dana ke Bali. Ceritanya ketika kelas XI dulu, aku bersama temen sekelas punya rencana buat liburan ke bali sebelum kami naik ke kelas XII. Karena biayanya cukup mahal, kami putusin buat menggalang dana, salah satu cara yang kami lakukan yaitu dengan menjual tiket film.
Gambar 2: Foto bareng temen sekelas setelah acara nobar selesai.
Fun factnya, aku malah lebih sering nonton film di Netfix ketimbang pergi ke bioskop. Alasannya cukup simpel, karena kalau di bioskop biasanya dingin banget, yang bikin males tiap ke sana harus siapin hoodie dulu buat ngangetin badan.
Alasan kedua, kalau nonton bioskop lebih enak kalau bareng sama temen dibanding sendiri. Karena jadwal temen-temen, dan aku juga terbilang padat, kami jarang punya waktu buat nonton bareng.
Oke-oke, balik lagi ke pertanyaan pertama. Bisa dibilang film paling favoritku saat ini yaitu The Two Popes , yang bisa kalian tonton di Netflix.
Catatan Aku hanya akan menceritakan salah satu scene saja, supaya enggak terlalu kena spoiler. Silahkan buat yang penasaran bisa nonton filmnya secara utuh setelah kalian membaca artikel ini.
Salah satu scene yang cukup menarik yaitu ketika Kardinal Jorge Mario Bergoglio sempat menolak ketika ditawarkan oleh Paus Benediktus XVI buat menjadi penggantinya sebagai Paus Gereja Katolik, dan Uskup Roma. Alasannya karena Kardinal Bergoglio punya pengalaman traumatis di masa lalu, yang membuat dirinya merasa belum pantas menjadi Paus.
Ketika Kardinal Bergoglio masih menjabat sebagai Ketua Serikat Yesus (Yesuit) Argentina pada tahun 1976, Republik Argentina sedang dikuasai oleh pemerintahan diktator militer Presiden Jorge Rafael Videla . Sama seperti negara diktator lainnya, semua publikasi seperti koran, TV, radio disensor ketat oleh pemerintah. Kegiatan aktivis banyak dihentikan, dan juga para aktivis banyak yang diculik, dan dibunuh dengan keji. Tokoh keagamaan seperti imam dan biarawati, juga tak luput dari pembunuhan oleh militer.
Di tengah situasi genting itu, Kardinal Bergoglio berjuang buat mempertahankan Yesuit, hingga mencoba membuat kesepakatan dengan pemerintah. Beberapa cara beliau lakukan seperti menyingkirkan buku-buku marxisme, dan meminta para imam Yesuit agar berhenti dari kegiatan aktivis.
Sayangnya banyak orang di sekitarnya, termasuk para imam Yesuit salah mengartikan tindakan Kardinal Bergoglio sebagai tindakan untuk bungkam, dan membela pemerintahan Presiden Videla.
Dua imam yang juga temannya di Yesuit, Jalics dan Yorio memilih untuk tidak mematuhi perintah Kardinal Bergolio, dan memilih untuk tetap melanjutkan kegiatan aktivis. Hal ini menyebabkan keduanya dikeluarkan Kardinal Bergoglio dari Yesuit.
Sebagai konsekuensinya, mereka dilarang untuk mengadakan misa, dan juga tidak lagi mendapat perlindungan dari Gereja. Konsekuensi lain yang mereka terima yaitu diculik oleh pemerintah setempat akibat kegiatan keaktivisan yang mereka adakan. Mereka dikabarkan dipenjara, dan disiksa selama berulan-bulan sampai tangan mereka patah.
Kardinal Bergoglio menceritakan ini kepada Paus Benediktus XVI sebagai penyesalannya, harusnya sebagai Ketua Yesuit, dia melindungi kedua temannya itu, bukan mencabut perlindungan gereja dari mereka.
“Temanku tercinta. Di mana aku waktu itu? Di mana Kristus dalam peristiwa ini? Apa Dia minum teh di istana presiden? Atau apa Dia disiksa di penjara, dengan Yorio dan Jalics?”
— Kardinal Bergoglio (Paus Fransiskus dalam film The Two Popes)
Dalam hidup, kita sering dihadapkan dengan keputusan-keputusan sulit. Keputusan yang mendatangkan kesalahpahaman dari orang-orang terdekat kita, keputusan yang kita rasa belum cukup berpengaruh. Keputusan yang seringkali membawa trauma mendalam untuk kita.
Bisa saja keputusan yang kita ambil membawa dampak positif ke banyak orang. Namun, kita merasa kontribusi yang kita berikan belum cukup sehingga hanya menimbulkan rasa penyesalan. Seperti Kardinal Bergoglio, yang membantu menyelamatkan ribuan nyawa dengan melindungi keluarga para aktivis dengan menyembunyikan mereka ke seminari, dan mengantarkan mereka ke perbatasan, namun merasa gagal dalam melindungi kedua temannya.
Hal ini mengingatkanku bahwa setiap orang memiliki penyesalan dalam hidupnya. Namun kita juga perlu belajar untuk bangkit dari penyesalan itu, seperti dalam Bahasa Jawa “toh, wes kadung.” yang berarti “toh, sudah terlanjur.” kita tidak bisa kembali ke masa lalu, dan mengubah keputusan kita.
Waktu terus berjalan, hal yang dapat kita lakukan yaitu tetap semangat, dan menjadikan penyesalan bukan sebagai penyesalan, namun sebagai refleksi agar kita bisa menjadi pribadi yang lebih baik lagi.
Baru-baru ini, Paus Fransiskus dilarikan ke Rumah Sakit Gemelli di Roma, Italia pada Sabtu, 22 Februrari 2025 yang lalu , dan masih dirawat hingga saat ini. Penyakit yang diderita beliau saat ini yaitu Pneumonia ganda. Mari kita doakan bersama agar beliau lekas sembuh, dan dapat menjalankan aktivitasnya dengan normal kembali.
Gambar 3: Paus Fransiskus sedang menyapa orang-orang di sekelilingnya. Sumber gambar: Ashwin Vaswani / Unsplash