
Suasana di dalam Gedung Nusantara Senayan ketika Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa sedang berpidato pada 6 Desember 2011. Inilah gedung yang akan ditempati oleh wakil rakyat yang terpilih nanti. Sumber gambar: Wikimedia Commons .
Tanggal 7 Oktober 2023 yang lalu, usia saya mencapai sudah 17 tahun, secara undang-undang saya sudah boleh ikut pesta demokrasi, alias Pemilihan Umum (Pemilu).
Kebetulan sekali, pemilu diadakan KPU beberapa hari yang lalu, tepatnya tanggal 14 Februari 2024 — nggak butuh waktu lama buat saya memakai hak pilih.
Sekitar jam 7 pagi, saya bangun tidur dan menonton berita sejenak di Kompas TV, ternyata sudah banyak berita tentang pemilu, biasanya mereka meliput kegiatan capres-cawapres sebelum nyoblos di TPS. Di bawah headline berita juga sudah ada informasi hasil hitung cepat, namun hasilnya masih 0% untuk ketiga capres-cawapres, karena hasilnya baru bisa dipublikasikan jam 3 sore.
Setelah beberapa menit, saya lanjutkan kegiatan dengan mandi, sarapan, dan sikat gigi. Saya juga menyiapkan 2 dokumen yang perlu dibawa:
- Surat Pemberitahuan Pemungutan Suara (surat undangan) dari KPU.
- Kartu Tanda Penduduk (yang asli, bukan fotokopi).
Sebenarnya masih ada persyaratan yang enggak wajib, tapi buat saya perlu dipersiapkan, yaitu menentukan pilihan capres-cawapres sebelum memilih. Menentukan pilihan calon legiselatif (caleg) juga penting karena ini Pemilu, bukan hanya Pilpres — dimana kita gak cuma milih presiden dan wakil presiden aja, tapi juga calon DPR, DPD, dan DPRD yang akan duduk di kursi parlemen nanti.
Tapi menurut saya menentukan pilihan caleg cukup susah, karena selain kandidatnya itu banyak banget, kebanyakan caleg biasanya jarang kampanye di lapangan, melainkan memasang baliho di setiap sudut jalan. Jadi kita harus browsing dulu identitas setiap caleg dan program kerjanya.
Setelah semuanya siap, saya dan ortu berangkat ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) sekitar jam 9 pagi. Tak disangka sudah banyak yang mengantri buat memberikan hak pilihnya. Kami langsung memberikan KTP dan surat undangan ke petugas di sana untuk verifikasi dan mendapatkan nomor urut. Saya dapat nomor urut 56, sedangkan ortu saya dapat 55 dan 54.
Setelah mengatri sekitar 45 menit, giliran saya untuk memilih di bilik suara. Sebelum itu, saya diberikan 5 surat suara oleh petugas yang berbeda warna. Setiap warna menandakan jenis calon yang akan dipilih dengan keterangan berikut:
Kalau gambar diatas kurang jelas, sini saya bantu jelasin:
- Surat abu-abu: berisi para calon presiden-wakil presiden. Ada tiga calon antara lain: 01 Anies-Muhaimin, 02 Prabowo-Gibran, dan 03 Ganjar-Mahfud.
- Surat kuning: berisi para calon Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
- Surat merah: berisi para calon Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
- Surat biru: berisi para calon Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi (DPRD Provinsi).
- Surat hijau: berisi para calon Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota (DPRD Kabupaten/Kota). Hanya wilayah DKI Jakarta saja yang enggak dapat surat ini, karena statusnya sebagai provinsi khusus.
“Buset, tebel banget!” itu reaksi pertama saya waktu pegang kertas suara DPRD kota dan provinsi, ukuran kertas setelah lipatannya dibuka juga besar karena ya tadi — kandidatnya banyak banget. Untungnya kertas suara presiden-wakil presiden, DPR, dan DPD cukup tipis karena kandidatnya cukup sedikit, biar gak kelamaan juga waktu buat melipatnya.
Setelah itu saya masuk ke bilik suara untuk mulai memilih. Pastikan untuk mencoblos salah satu kandidat saja di setiap suaranya, dan jangan dicoret-coret juga biar suaranya tetap sah.
Langkah terakhir, yaitu mencelupkan jari di tinta yang sudah disediakan, sebagai bukti sudah ikut memberikan hak pilihnya di pemilu ini. Tidak ada ketentuan khusus untuk jari mana yang boleh dicelup, tapi biasanya orang-orang pakai jari kelingking.
Selain sebagai bukti memilih, tinta di jari juga bermanfaat buat menikmati banyak promo-promo spesial pemilu yang disediakan oleh banyak restoran dan cafe. Cocok buat orang yang hobinya ngirit seperti saya~ wkwkwk
Segitu dulu aja sharing pengalaman saya waktu ikut pemilu. Yang terpenting, gak perlu menjadi ekstrimis paslon tertentu — apalagi hingga mengorbankan pertemanan dan keluarga kalian. Toh siapapun yang menang, kalian juga tetap akan bekerja atau bersekolah seperti biasa, kan?
Saya harap siapapun yang menang dalam pemilu ini bisa membawa bangsa ini ke jalur yang lebih baik. Setuju?
Foto dulu sebelum pulang dari TPS… wkwkwkwk