
Jam sebelas pagi hingga sembilan malam—terasa lama, menyakitkan namun penuh sukacita. Karena kasih-Nya, seorang bayi laki-laki sehat lahir ke dunia. Bayi itu tampak kebingungan, namun segera tangisannya memulai hembusan nafas pertamanya. Ya, bayi itu adalah saya.
Tujuh belas tahun berlalu, saya semakin percaya bertambahnya usia merupakan proses yang membuat kita naik level secara pikiran dan perasaan. Hal terindah selama proses pematangan itu adalah pengalaman.
Secara hukum, saya sudah memulai level yang baru sebagai orang dewasa. Orang yang dianggap sudah matang pikiran dan perasaannya. Karena itu waktunya “kebebasan yang bertanggung jawab” alias otoritas diberikan oleh negara, dan orang tua.
Dari negara akan saya dapatkan dalam bentuk KTP & SIM, sedangkan dari orang tua akan saya dapatkan dalam bentuk menentukan rencana masa depan secara mandiri—bahasa kerennya punya pendirian.
Otoritas ini merupakan berkat sekaligus tekanan yang menguatkan bagi saya. Bisa dikatakan berkat karena sebagai wujud kepercayaan orang tua dan negara kepada saya dalam menjalani level yang baru ini.
Dikatakan juga sebagai tekanan, karena akan muncul berbagai masalah yang tidak diinginkan, namun menguatkan karena membuat saya bermental baja dalam menghadapinya.
Semua ini mustahil terjadi tanpa dukungan dari orang-orang baik disekitar saya, seperti orang tua, bapak/ibu guru, teman-teman, serta saudara yang senantiasa mendampingi saya.
Harus saya akui masih banyak masalah yang saya alami yang perlu diselesaikan—tak jarang membuat mereka kecewa kepada saya. Saya yakin rasa kacewa itu sebagai bentuk kepedulian mereka agar saya bisa lebih baik lagi, karena itu saya sangat berterima kasih dan meminta maaf atas segala kesalahan yang kurang berkenan.
Dengan bertambahnya usia ini, meskipun jalan masih sangat panjang dan berliku, saya siap untuk berproses menjadi pribadi yang lebih baik—matang dalam pikiran serta perasaan.